Pages

Labels

Minggu, 22 Januari 2012

Khutbah Jum’at : Dahsyatnya Gelombang Penghancur Iman dan Akhlak


Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah
Ada gelombang dahsyat yang menimpa ummat Islam sedunia, yaitu gelombang budaya jahiliyah yang merusak akhlaq dan aqidah manusia yang disebarkan lewat televisi dan media lainnya. Gelombang itu pada hakekatnya lebih ganas dibanding senjata-senjata nuklir yang sering dipersoalkan secara internasional. Hanya saja gelombang dahsyat itu karena sasarannya merusak akhlaq dan aqidah, sedang yang paling menjunjung tinggi akhlaq dan aqidah itu adalah Islam, maka yang paling prihatin dan menjadi sasaran adalah ummat Islam. Hingga, sekalipun gelombang dahsyat itu telah melanda seluruh dunia, namun pembicaraan hanya sampai pada tarap keluhan para ulama dan Muslimin yang teguh imannya, serta sebagian ilmuwan yang obyektif.
Gelombang dahsyat itu tak lain adalah budaya jahiliyah yang disebarkan lewat aneka media massa, terutama televisi, VCD/ CD, radio, majalah, tabloid, koran,dan buku-buku yang merusak akhlak.
Dunia Islam seakan menangis menghadapi gelombang dahhsyat itu. Bukan hanya di Indonesia, namun di negara-negara lain pun dilanda gelombang dahsyat yang amat merusak ini.
Di antara pengaruh negatif televisi adalah membangkitkan naluri kebinatangan secara dini… dan dampak dari itu semua adalah merosotnya akhlak dan kesalahan yang sangat mengerikan yang dirancang untuk menabrak norma-norma masyarakat. Ada sejumlah contoh bagi kita dari pengkajian Charterz (seorang peneliti) yang berharga dalam masalah ini di antaranya ia berkata: “Sesungguhnya pembangkitan syahwat dan penayangan gambar-gambar porno, dan visualisasi (penampakan gambar) trik-trik porno, di mana sang bintang film menanamkan rasa senang dan membangkitkan syahwat bagi para penonton dengan cara yang sangat fulqar  bagi kalangan anak-anak dan remaja itu amat sangat berbahaya.”
Apa yang dikemukakan oleh peneliti beberapa tahun lalu itu ternyata tidak menjadi peringatan bagi para perusak akhlaq dan aqidah. Justru mereka tetap menggencarkan program-programnya dengan lebih dahsyat lagi dan lebih meluas lagi jangkauannya, melalui produksi VCD dan CD yang ditonton oleh masyarakat, dari anak-anak sampai kakek- nenek, di rumah masing-masing. Gambar-gambar yang merusak agama itu bisa disewa di pinggir-pinggir jalan atau dibeli di kaki lima dengan harga murah. Video dan komputer/ CD telah menjadi sarana penyaluran budaya kaum jahili untuk merusak akhlaq dan aqidah ummat Islam. Belum lagi situs-situs porno di internet.
Budaya jahiliyah itu jelas akan menjerumuskan manusia ke neraka. Sedangkan Allah Subhannahu wa Ta’ala memerintahkan kita agar menjaga diri dan keluarga dari api Neraka. Firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ﴿٦﴾
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahriim: 6).


Sirkulasi Perusakan Akhlak dan Akidah
Dengan ramainya lalulintas tayangan yang merusak aqidah dan akhlaq lewat berbagai jalur itu penduduk dunia -dalam pembicaraan ini ummat Islam– dikeroyok oleh syetan-syetan perusak akhlaq dan aqidah dengan aneka bentuk. Dalam bentuk gambar-gambar budaya jahiliyah, di antaranya disodorkan lewat televisi, film-film di VCD, CD, bioskop, gambar-gambar cetak berupa foto, buku, majalah, tabloid dsb. Bacaan dan cerita pun demikian.
Tayangan, gambar, suara, dan bacaan yang merusak aqidah dan akhlaq itu telah mengeroyok Muslimin, kemudian dipraktekkan langsung oleh perusak-perusak aqidah dan akhlaq dalam bentuk diri pribadi, yaitu perilaku. Lalu masyarakatpun meniru dan mempraktekkannya. Sehingga praktek dalam kehidupan sehari-hari yang sudah menyimpang dari akhlaq dan aqidah yang benar itupun mengepung ummat Islam.
Dari sisi lain, praktek tiruan dari pribadi-pribadi pendukung kemaksiatan itupun diprogramkan pula untuk dipompakan kepada masyarakat dengan aneka cara, ada yang dengan paksa, misalnya menyeragami para wanita penjaga toko dengan pakaian ala jahiliyah. Sehingga, ummat Islam didesak dengan aneka budaya yang merusak aqidah dan akhlaq, dari yang sifatnya tontonan sampai praktek paksaan.
Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan agar ummat Islam tidak mematuhi suruhan siapapun yang bertentangan dengan aturan Allah Subhana Wa Ta’ala. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam Bersabda:
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ فِيْ مَعْصِيَةِ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى.
“Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam maksiat pada Allah Tabaraka wa Ta’ala.” ( Hadits Riwayat Ahmad, dalam Musnadnya nomor 20191).
Sikap  Ummat Islam
Masyarakat Muslim pun beraneka ragam dalam menghadapi kepungan gelombang dahsyat itu. Golongan pertama, prihatin dengan bersuara lantang di masjid-masjid, di majlis-majlis ta’lim dan pengajian, di tempat-tempat pendidikan, dan di rumah masing-masing. Mereka melarang anak-anaknya menonton televisi karena hampir tidak diperoleh manfaat darinya, bahkan lebih besar madharatnya. Mereka merasakan kesulitan dalam mendidikkan anak-anaknya. Kemungkinan, tinggal sebagian pesantrenlah yang relatif lebih aman dibanding pendidikan umum yang lingkungannya sudah tercemar akhlaq buruk.
Ummat Islam adalah golongan pertama yang ingin mempertahan-kan aqidah dan akhlaq anak-anaknya itu, di bumi zaman sekarang ini ibarat orang yang sedang dalam keadaan menghindar dari serangan musuh. Harus mencari tempat perlindungan yang sekira-nya aman dari aneka “peluru” yang ditembakkan. Sungguh!
Golongan kedua, Ummat Islam yang biasa-biasa saja sikapnya. Diam-diam masyarakat Muslim yang awam itu justru menikmati aneka tayangan yang sebenarnya merusak akhlaq dan aqidah mereka dengan senang hati. Mereka beranggapan, apa-apa yang ditayangkan itu sudah lewat sensor, sudah ada yang bertanggung jawab, berarti boleh-boleh saja. Sehingga mereka tidak merasa risih apalagi bersalah. Hingga mereka justru mempersiap-kan aneka makanan kecil untuk dinikmati sambil menonton tayangan-tayangan yang merusak namun dianggap nikmat itu. Sehingga mereka pun terbentuk jiwanya menjadi penggemar tayangan-tayangan itu, dan ingin mempraktekkannya dalam kehidupan. Tanpa disarari mereka secara bersama-sama dengan yang lain telah jauh dari agamanya.
Golongan ketiga, masyarakat yang juga mengaku Islam, tapi lebih buruk dari sikap orang awam tersebut di atas. Mereka berangan-angan, betapa nikmatnya kalau anak-anaknya menjadi pelaku-pelaku yang ditayangkan itu. Entah itu hanya jadi penjoget di belakang penyanyi (namanya penjoget latar), atau berperan apa saja, yang penting bisa tampil. Syukur-syukur bisa jadi bintang top yang mendapat bayaran besar. Mereka tidak lagi memikir tentang akhlaq, apalagi aqidah. Yang penting adalah hidup senang, banyak duit, dan serba mewah, kalau bisa agar terkenal. Untuk mencapai ke “derajat” itu, mereka berani mengorbankan segalanya termasuk apa yang dimiliki anaknya. Na’udzubillaah. Ini sudah bukan rahasia lagi bagi orang yang tahu tentang itu.Na’udzu billah tsumma na’udzu billah.
Golongan pertama yang ingin mempertahankan akhlaq dan aqidah itu dibanding dengan golongan yang ketiga yang berangan-angan agar anaknya ataupun dirinya jadi perusak akhlaq dan aqidah, boleh jadi seimbang jumlahnya. Lantas, golongan ketiga –yang ingin jadi pelaku perusak akhlaq dan aqidah itu– digabung dengan golongan kedua yang merasa nikmat dengan adanya tayangan maksiat, maka terkumpullah jumlah mayoritas. Hingga Muslimin yang mempertahankan akhlaq dan aqidah justru menjadi minoritas.
Itu kenyataan. Buktinya, kini masyarakat jauh lebih meng-unggulkan pelawak daripada ulama’. Lebih menyanjung penyanyi dan penjoget daripada ustadz ataupun kiyai. Lebih menghargai bintang film daripada guru ngaji. Dan lebih meniru penjoget daripada imam masjid dan khatib.
Ungkapan ini secara wajar tampak hiperbol, terlalu didramatisir secara akal, tetapi justru secara kenyataan adalah nyata. Bahkan, bukan hanya suara ulama’ yang tak didengar, namun kalamullah pun sudah banyak tidak didengar. Sehingga, suara penyayi, pelawak, tukang iklan dan sebagainya lebih dihafal oleh masyarakat daripada Kalamullah, ayat-ayat Al-Quran. Fa Nastaghfirulaahal ‘Azhim.
Tayangan-tayangan televisi dan lainnya telah mengakibatkan berubahnya masyarakat secara drastis. Dari berakhlaq mulia dan tinggi menjadi masyarakat tak punya filter lagi. Tidak tahu mana yang ma’ruf (baik) dan mana yang munkar (jelek dan dilarang). Bahkan dalam praktek sering mengutamakan yang jelek dan terlarang daripada yang baik dan diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Berarti manusia ini telah merubah keadaan dirinya. Ini mengakibatkan dicabutnya ni’mat Allah akibat perubahan tingkah manusia itu sendiri, dari baik menjadi tidak baik. Allah Subhannahu Wa Ta’ala berfirman:
…إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ …﴿الرعد : ١١﴾
“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d:11).
Mencampur Kebaikan dan Kebatilan
Kenapa masyarakat tidak dapat membedakan kebaikan dan keburukan? Karena “guru utama mereka” adalah televisi. Sedang program-program televisi adalah menampilkan aneka macam yang campur aduk. Ada aneka macam kebohongan misalnya iklan-iklan yang sebenarnya bohong, tak sesuai dengan kenyataan, namun ditayangkan terus menerus. Kebohongan ini kemudian dilanjutkan dengan acara tentang ajaran kebaikan, nasihat atau pengajian agama. Lalu ditayangkan film-film porno, merusak akhlaq, merusak aqidah, dan menganjurkan kesadisan. Lalu ditayangkan aneka macam perkataan orang dan berita-berita yang belum tentu mendidik. Sehingga, para penonton lebih-lebih anak-anak tidak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Masyarakat pun demikian. Hal itu berlangsung setiap waktu, sehingga dalam tempo sekian tahun, manusia Muslim yang tadinya mampu membedakan yang haq dari yang batil, berubah menjadi manusia yang berfaham menghalalkan segala cara, permissive atau ibahiyah, apa-apa boleh saja.



Munculnya masyarakat permissive itu karena adanya penyingkiran secara sistimatis terhadap aturan yang normal, yaitu larangan mencampur adukkan antara yang haq (benar) dan yang batil. Yang ditayangkan adalah jenis pencampur adukan yang haq dan yang batil secara terus menerus, ditayangkan untuk ditonton oleh masyarakat. Padahal Allah Subhannahu wa Ta’ala telah melarang pencampur adukan antara yang haq dengan yang batil:
وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿البقرة : ٤٢﴾
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang haq dengan` yang batil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu sedang kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 42).
Dengan mencampur adukkan antara yang benar dengan yang batil secara terus menerus, akibatnya mempengaruhi manusia untuk tidak menegakkan yang haq/ benar dan menyingkirkan yang batil. Kemudian berakibat tumbuhnya jiwa yang membolehkan kedua-duanya berjalan, akibatnya lagi, membolehkan tegaknya dan merajalelanya kebatilan, dan akibatnya pula menumbuhkan jiwa yang berpandangan serba boleh. Dan terakhir, tumbuh jiwa yang tidak bisa lagi membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Lantas, kalau sudah tidak mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang haq dan mana yang batil, lantas keimanannya di mana?
Menipisnya keimanan itulah bencana yang paling parah yang menimpa ummat Islam dari proyek besar-besaran dan sistimatis serta terus menerus yang diderakan kepada ummat Islam sedunia. Yaitu proyek mencampur adukkan antara kebaikan dan keburukan lewat aneka tayangan. Apakah upaya kita untuk membentengi keimanan kita?

Novel Sang Pencerah

Novel Sang Pencerah menceritakan riwayat hidup KH.Ahmad Dahlan. Perjuangan beliau dalam dakwah patut menjadi teladan, kesabaran dan keistiqomahan tidak diragukan lagi. Beliau melakukan pembaruan dalam dunia Islam di Indonesia melalui organisasi yang bernama Muhammdiyah (1912), organisasi tertua yang kemudian disusul dengan berdirinya NU (Nahdatul Ulama) yang berdiri tahun 1926. Namun, ada hal–hal yang perlu diperhatikan, beberapa penyimpangan mengenai riwayat KH. Ahmad Dahlan pada novel tersebut. Tulisan ini bertujuan untuk meluruskan beberapa penyimpangan dalam menulis riwayat KH. Ahmad Dahlan dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral.
Dalam prolog novel tersebut tercatat tahun 1904, KH. Ahmad Dahlan yang sebelumnya bernama Muhammad Darwis, berada di Yogyakarta. KH. Ahmad Dahlan sedang menghadap Sri Sultan Hamengkubowono VII, dan Sri Sultan memerintahkan agar KH. Ahmad Dahlan untuk kembali ke Mekkah. Tahun 1904, seharusnya beliau sudah pulang ke Yogyakarta setelah untuk yang kedua kalinya beliau pergi ke Mekkah selama tiga tahun, dari tahun 1902 sampai 1904. Pada tahun tersebut pula KH. Ahmad Dahlan sempat berguru dengan KH. Hasyim Asy’ari, pendiri kelompol Nahdatul Ulama.
Sebelumnya, pada tahun 1883 sampai 1888 KH. Ahmad Dahlan pergi haji sekaligus belajar di Mekkah, beliau mempelajari buku-buku terbitan Mesir dan Irak selain dari terbitan Mekkah, dan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh, Jamaludin Al Afghani, Rasyid Ridha dan Imam Ibnu Taimiyah. Sepulangnya dari Mekkah pada kepergiannya yang pertama, KH. Ahmad Dahlan menikahi sepupunya sendiri, Walidah. KH. Ahmad Dahlan tidak pernah bertemu dengan Rasyid Ridho untuk pergi haji yang kedua kalinya (1902), dan hanya mempelajari pemikiran – pemikirannya, selama di Mekkah KH. Ahmad Dahlan bertemu dengan Muhammad Khatib Minangkabau, Nawawi Al Bantani, Kiyai Mas Abdullah Surabaya, Kiyai Faqih Gresik.
Biola yang dimiliki beliau seperti yang dikisahkan dalam novel, tidak ada dalam buku biografi atau mengenai sejarah Muhammadiyah bahwa beliau pernah memiliki alat musik biola. Di novel tersebut, KH. Ahmad Dahlan mencoba bahwa keislaman masyarakat saat itu masih dibumbui dengan mitos dan takhayul, sehingga membuat tidak jelas makna Islam yang disebutnya “agama yang membawa ketenangan dan keindahan bagi siapa saja”. Ketika ditanya mengenai apa keindahan dan ketenangan, KH. Ahmad Dahlan hanya menyuruh muridnya memainkan biola dan meresapinya,.
Sempat menyinggung sedikit mengenai Utsman bin Affan yang pernah melakukan kesalahan sampai menimbulkan perang saudara. KH. Ahmad Dahlan berbicara seperti ini, “Maksudku jangankan para Ngarsa Dalem, Khalifah besar seperti Utsman bin Affan r.a. saja pernah melakukan kesalahan sampai menimbulkan perang saudara, bukan? Mas Noor tahu sejarah ini”. Itu bukan kesalahan Utsman bin Affan, tetapi para pemberontak yang melakukan makar. Saat Utsman bin Affan menjabat sebagai khalifah selama 15 tahun, ada orang munafik yang bernama Abdullah bin Saba’ yang menyuruh orang – orang Yahudi berpura – pura masuk Islam untuk menebar fitnah, kemudian adanya kaum munafik yang membuat makar terhadap Utsman bin Affan.
Utsman bin Affan merupakan tipe orang yang tsiqoh (percaya), lembut dan berlapang dada, maka dimanfaatkan oleh pemberontak yang bernama Marwan Al Hakam. Ia adalah sekretaris Utsman bin Affan ketika menjabat sebagai khalifah, yang diduga menyalahgunakan jabatannya dengan memalsukan tanda tangan Utsman untuk memecat gubernur Kuffah. Utsman bin Affan adalah salah satu dari sahabat Rasulullah saw yang dijamin surga tanpa hisab.
Mengenai penentuan arah kiblat, dalam novel tersebut diceritakan ketika masuk shalat subuh setelah satu malam melakukan musyawarah dengan 17 orang ulama, KH. Ahmad Dahlan tidak mengikuti imam shalat subuh. Iman shalat subuh ketika itu shalat subuh tidak tepat dengan arah kiblat yang benar, tiba – tiba beliau mengubah arah kiblat sendiri. Dalam ilmu fiqih shalat, tidak boleh makmum tidak mengikuti imam. Makmum harus mengikuti imam shalat sampai selesai. Kecuali, jika imam shalat batal shalatnya, bagi makmum laki – laki mengucapkan “subhanallah” dan bagi makmum perempuan dengan cara menepuk tangan sebanyak tiga kali. Apakah mungkin seorang KH. Ahmad Dahlan melakukan shalat dengan shaf yang berbeda dengan imam? Padahal, beliau berposisi sebagai makmum. Ini merupakan sikap ekstrim, padahal beliau belajar di tanah Jazirah Arab selama delapan tahun. Musyarah yang dilakukan saat itu berlangsung dengan tertib, bahkan para peserta musyarawah bersalaman dan mengucapkan terima kasih, walau tidak memperoleh kesepakatan.
Sebuah hadits dikatakan, dari Jabir berkata, “Rasulullah saw., terjatuh dari kudanya di Madinah pada batang kurma, maka telapak kakinya terkilir, lalu kami menjenguk di kamar Aisyah r.a. Kami mendatanginya sedangkan Nabi sedang shalat sambil duduk, maka kami shalat di belakang beliau dengan berdiri. Kemudian kami mendatanginya sekali lagi sedangkan beliau tengah shalat fardhu sambil duduk, maka kami shalat di belakang beliau sambil berdiri, tetapi beliau mengisyaratkan kami untuk duduk. Setelah shalat beliau bersabda, ‘Bila imam shalat dengan duduk maka shalatlah dengan duduk, dan bila shalat dengan berdiri maka shalatlah dengan berdiri. Janganlah berdiri sedangkan imam duduk, seperti yang dilakukan oleh orang – orang Persi terhadap pembesar – pembesar mereka’”.
Pada kisah penghancuran Langgar Kidul, yang merupakan peninggalan ayah beliau–karena langgar tersebut langsung mengarah pada kiblat—dihancurkan dengan cara membabi buta dengan teriakan takbir dan kafir oleh yang tidak setuju dengan perubahan arah kiblat. Dalam buku Muhammadiyyah sebagai Gerakan Islam, dikatakan bahwa Penghulu KH. Muhammad Khalil Kamaludiningrat menyampaikan secara lisan agar membongkar suraunya (Langgar Kidul). KH. Ahmad Dahlan tidak bisa melaksanakan perintah tersebut, KH. Muhammad Khalil menyuruh 10 orang kuli dengan peralatan lengklap untuk membongkar. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1898. (Kamal : 2005)
Tahun 1909 KH. Ahmad Dahlan memang sempat bergabung dengan Boedi Oetomo, namun itu tidak lama. KH. Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo adalah untuk mengajarkan Islam kepada para anggotanya, namun pernah menolak usulan KH. Ahmad Dahlan untuk mengadakan kajian keislaman di dalam Boedi Oetomo. Banyak pertanyaan mengenai bergabungnya KH. Ahmad Dahlan ke Boedi Oetomo, karena anggota Boedi Oetmo adalah orang – orang Freemasonry yang sama sekali tidak mendukung kemerdekaan Indonesia. Mereka hanya mengutamanakan orang – orang bangsawan dan priyai, bahkan mendukung penjajahan Belanda di Indonesia. Anehnya, dalam novel tersebut pendeklarasian organisasi Muhammdiyah, diadakan di Lodge Malioboro. Lodge adalah tempat berkumpul atau tempat ritual upacara orang – orang Freemasonry.
Dalam novel tersebut KH. Ahmad Dahlan sangat dekat dengan Boedi Oetomo, bahkan mendapat dukungan untuk mendirikan organisasi yang bernama Muhammadiyah pada tahun 1912. Tidak hanya itu, pada kongres Boedi Oetomo diselenggarakan di rumah KH. Ahmad Dahlan. KH. Ahmad Dahlan tidak hanya aktif di organisasi tersebut, tetapi juga ada Jam’iyatul Khair, Syarikat Islam (SI), dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Kenapa yang ditonjolkan adalah organisasi Boedi Oetomo? Kenapa tidak menulis riwayat beliau ketika berkiprah di SI? Apakah ada kepentingan politik juga dalam novel tersebut? KH. Ahmad Dahlan memang memulai belajar berorganisasi adalah melalui organisasi Boedi Oetomo.
Tahun 1909 – 1912 KH. Ahmad Dahlan bergabung dengan Boedi Oetomo, kemudian menarik diri dari Boedi Oetomo dan mendirikan organisasi Muhammadiyah yang berdiri pada tanggal 18 November 1912. Pendiri Boedi Oetomo pernah mengeluarkan pernyataan yang menghina Islam, tidak perlu pergi haji, karena hanya buang – buang waktu saja. Organisasi kepemudaannya pun turut menghina ajaran Islam, terutama tentang perkawinan. Boedi Oetomo sebenarnya hanya sebagai alat orang – orang Freemasonry untuk bisa masuk perpolitikan di Indonesia. Freemason adalah sebuah organisasi persaudaraan internasional, yang merupakan gerakan rahasia dari kaum Zionis dan Yahudi, berdiri pada abad ke 14 bertempat di Skotlandia. Tujuan mereka jelas, untuk menghancurkan umat Islam di seluruh dunia.
Awalnya, Freemasonry diambil dari cerita “Sefer Qabbalahh”, Abram adalah nenek moyang orang Israil yang telah mewariskan rumah Eloh di bukit Moria. Setelah rumah itu hancur karena di tinggal oleh Imam Ya’qub dan keluarganya hijrah ke Mesir, maka Raja Salomon hendak menggantikan dengan sebuah rumah baru yang bernama “Haikal Sulaiman”. Raja Salomon menyuruh orang untuk menjemput Prof.Heram dari negeri Sor, ia adalah pengecor tembaga dan ahli dalam membuat rumah batu. Untuk mendirikan bangunan tersebut, ia memanggil para tukang batu bebas (Mason). Freemason berarti himpunan para tukang batu bebas atau disebut juga Tarekat Mason Bebas. Dalam bahasa Arab disebut Masuniyyah, sedangkan dalam bahasa Perancis disebut Vrij Metselarij.
Selama di Syarikat Islam (1913), KH. Ahmad Dahlan menempati jabatan penting, yaitu menjadi Penasehat Pusat dan Komisariat Central Syarikat islam sekaligus menjadi ahli propaganda aspek dakwah bagi Syarikat Islam. Tidak hanya itu, beliau termasuk rombongan yang mewakili pengesahan Badan Hukum Syarikat Islam bersama HOS. Cokroamonoto. Tahun 1905 beliau juga bergabung dengan Jam’iyatul Khair dari kalangan pribumi bersama Husein Jayadiningrat.
Setelah mendirikan Muhammadiyah, pada tanggal 20 Desember 1912 KH. Ahmad Dahlan mengajukkan permohonan kepada Hindia Belanda agar organiasasi Muhammdiyah berbadan hukum, namun baru dipenuhi oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1914. Izin tersebut hanya berlaku dan bergerak untuk di daerah Yogyakarta, ada kekhawatiran dari pemerintah Belanda dengan adanya organisasi Muhammadiyah, sehingga kegiatan – kegiatannya dibatasi. Ruang gerak dibatasi tidak menghalagi pergerakan Muhammadiyah, bahkan bertambah menyebar ke Srandakan, Wonogiri dan Imogiri. Ini sangat bertentangan dengan pemerintah Hindia Belada, KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menggunakan nama lain untuk cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta. Nurul Islam di Pekalongan, Al Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut, Sidiq Amanah Tabligh Fatanah (SATF) di Solo yang mendapat pimpinan Muhammdiyah. Pada tanggal 1917, KH. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi kewanitaan Muhammadiyah yang bernama Aisyiyah.
Pada tanggal 7 Mei 1921, mengajukkan permohonan kembali kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia, karena pada saat itu Muhammadiyah sudah berkembang. Permohonan tersebut baru dikabulkan pada tanggal 2 September 1921. KH. Ahmad Dahlan adalah orang yang demokratis, dalam pelaksaan gerak dakwah Muhammadiyah beliau memfasilitasi para anggotanya untuk mengevaluasi dan pemilihan pimpinan Muhammadiyah. Selama hidupnya, dalam gerakan dakwah Muhammadiyah, telah mengadakan dua belas kali pertemuan dalam setahun. Saat itu dipakai istilah Algeemene Vergadering (Persidangan Umum).
Semenjak ayahnya wafat, KH. Ahmad Dahlan menggantikan ayahnya sebagai ketib Masjid Agung, Kauman, Yogyakarta. Oleh teman seprofesinya dan para kiyai, KH. Ahmad Dahlan diberi gelar ketib amin (khatib yang dipercaya). Kesibukannya sebagai wirausaha batik yang sukses, KH. Ahmad Dahlan tetap menambah tsaqofah (wawasan) atau ilmu dengan mendatangi ulama – ulama untuk memperbaiki umat tempat beliau tinggal, sampai beliau meninggal pada tanggal 25 Februari 1923.
Novel Sang Pencerah menampilkan riwayat tokoh KH. Ahmad Dahlan, tetapi dalam novel tersebut tidak disajikan secara lengkap, dari kelahiran sampai wafatnya KH. Ahmad Dahlan, bisa dikatakan juga sepotong – sepotong. Sangat disayangkan. Tidak semua orang tahu mengenai sosok KH. Ahmad Dahlan dan pergerakan dakwah melalui organisasi yang didirikan beliau sendiri yang bernama Muhammadiyah. Sebagai akademisi, diperlukan pemikiran kritis dalam memahami sejarah Islam di Indonesia. Tidak hanya dipahami, tapi juga dipelajari.
Melalui film dan novel Sang Pencerah ini mudah – mudahan bisa menambah wawasan masyarakat tentang sosok KH. Ahmad Dahlan dan pergerakan dakwah beliau. Akan lebih baik jika menyajikannya dengan meluruskan sejarah di Indonesia, karena sejarah Islam di Indonesia sudah banyak yang didistorsi. Jadikan sejarah Islam di Indonesia ini benar – benar objektif, bukan subjektif. Tidak hanya dalam novel, tetapi juga dalam film Sang Pencerah.

Keutamaan Shalat Malam

Shalat malam memiliki beberapa keutamaan yang besar,  diantaranya adalah :
1. Nabi SAW sangat memperhatikan shalat malam hingga dalam riwayat beliau sampai pecah-pecah kedua telapak kaki.
Diriwanyaatkan dari Aisyah RA :
‘Sungguh Nabi SAW shalat malam hingga merekah kedua telapak kakinya. Aisyah berkata kepada beliau :”Mengapa engkau melakukan hal ini, wahai Rosulullah, padahal Allah SWT telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?”, Beliau menjawab, “Apa aku tidak ingin menjadi hamba yang bersyukur?” (HR Bukhori dan Muslim)
2. Shalat malam merupakan sebab utama bagi sesorang untuk bisa masuk syurga.
Abdullah bin salam RA pernah bercerita : ‘Pada waktu Rasulullah SAW tiba di Madinah, orang-2 menyambut dengan perkataan :”Rosulullah SAW tiba! Rasulullah SAW tiba!, begitulah suara teriakan terdengan . Sayapun datang bersama banyak orang, karena ingin melihat beliau. Setelah bisa melihat beliau secara jelas, saya pun tahu bahwa wajah Beliau bukanlah wajah pendusta. Dan sabda beliau yang pertama kali saya dengan adalah : “Wahai manusia, sebarkan salam, berilah makan, sambunglah kekerabatan dan shalatlah di saat manusia terlelap tidur pada saat malam niscaya engkau masuk syurga, kampung keselamatan (HR Ibnu Majah)
3. Shalat malam merupakan salah satu cara untuk menaikkan derajat dalam kamar-2 syurga
Diriwayatkan dari Abu Malik Al Asy’ari RA bahwasanya Rosulullah SAW pernah bersabda :
“Sungguh dalam surga terdapat kamar-kamar yang bagian dalamnya terlihat dari luar dan bagian luarnya terlihat dari dalam. Kamar-kamar itu Allah sediakan untuk orang yang memberi makan, melembutkan perkataan, mengiringi puasa Ramadhan, menebar salam dan asyik shalat malam di saat manusia terlelap tidur”. (HR. Ahmad, Ibnu hibban dan At-tirmidzi)
4. Orang-2 yang membiasakan shalat malam adalah orang-2 yang berbuat ihsan dalam ibadah sehingga layak untuk mendapatkan rahmat dan syurga.
“Di waktu malam, sedikit sekali mereka tidur. Dan pada waktu sahur mereka beristighfar” (QS. Adz-Dzariat : 17-18)
5. Shalat malam merupakan penutup kesalahan dan penghapus dosa
Rasulullah SAW bersabda :”Hendaklah kalian melaksanakan shalat malam karena shalat malam itu merupakan kebiasaan orang-orang shaleh sebelum kalian, ibadah yang mendekatkan diri kepada Tuhan kalian, serta penutup kesalahan dan penghapus dosa”. (HR. At-Tirmidzi)
6. Shalat malam merupakan shalat paling utama setelah shalat fardhu
Rasulullah SAW bersabda :”Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Muharam, bulannya Allah. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam”. (HR. Muslim)
7. Kemuliaan orang beriman ada dengan shalat malam
Berdasarkan hadist yang diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad RA katanya :”Pernah jibril datang menemui Nabi SAW lalu berkata :”Hai Muhammad, hiduplah sesukamu karena kau pasti akan mati. Cintailah siapa saja orang yang kau suka karena sungguh kau akan berpisah dengannya. Berbuatlah sesukamu karena sesungguhnya kau akan dibalas dengan perbuatanmu itu. ‘Kemudian jibril berkata,”Hai Muhammad, kemujliaan orang beriman ada dengan shalat malam. Dan kegagalan orang beriman adalah sikap mandiri dari bantuan orang lain.” (HR. AL Hakim)

Followers

Blogger templates

Kursor bertabur bintang